Posted by
Unknown
|
0
comments
Bangkit Dari Keterpurukan
Bangkit Dari Keterpurukan
"Siapa yang ingin sukses dalam kehidupan,
hendaknya tidak mengandalkan pada hal-hal yang kebetulan."
(WJ Brown, penulis asal New York )
“Mas, kamu pernah merasa down dan terjatuh?” Begitu tanya seorang teman. Saya hanya
bisa tersenyum menjawab pertanyaan tersebut. Sebuah pertanyaan kecil tapi
sanggup memutar kembali tayangan kehidupan masa lalu saya. Yang saat ini masih
tersimpan dalam memori. Yang saat ini masih menjadi kenangan dalam kehidupan
saya. Ya, kenangan saat saya terjatuh, terpuruk. Lengkap, dalam urusahan
bisnis, karir, persahabatan dan cinta tentunya.
Terjatuh adalah kamus kesedihan, dan kesedihan adalah bagian dari kehidupan.
Mau tak mau kita mesti akrab dengannya. Menjadikannya bagian dari warna-warni
kehidupan. Tak mudah memang untuk tabah ketika kita sedang terjatuh. Yang ada
kita sering mencari biang kerok, mencari kambing hitam kenapa kita bisa
terjatuh. Bahkan, pada saat demikian kita sering berkata “Ah Tuhan tidak adil”.
Kini, teman saya itu sedang terpuruk. Dan, tugas pertama saya hanyalah
mendengarkan kisah hidupnya. Ternyata, setelah saya dengar baik-baik,
keterpurukannya hanya sederhana saja. Tapi, yang namanya lagi terpuruk pastilah
ada gelisah, ada resah, muncul ketakutan-ketakutan. Yang hasilnya berpengaruh
pada kondisi kejiwaan seseorang. Ia menjadi begitu muram. Ia menjadi begitu
sedih.
Tapi, saya sok bijak katakan. Kesedihan, memang hal umum. Semua orang
mengalaminya. Tentang kesedihan ini, Rendra, penyair dasyat itu pernah
menggambarkannya dengan apik dalam karyanya yang berjudul “Sajak Seorang Tua
Kepada Istrinya”. Saya kutipkan sepenggal :
Aku tulis sajak ini untuk menghibur hatimu
...................
Kita tidaklah sendiri dan terasing dengan nasib kita
Kerna soalnya adalah hukum sejarah kehidupan.
Suka duka kita bukanlah istimewa
kerna setiap orang mengalaminya.
Hidup tidaklah untuk mengeluh dan mengaduh
Hidup adalah untuk mengolah hidup bekerja membalik tanah
memasuki rahasia langit dan samodra,
serta mencipta dan mengukir dunia.
Penggalan diatas rasanya memang tepat untuk direnungkan, khususnya bagi orang
muda. Ketika api gelora, ketika api kemarahan masih begitu mudah tersulut.
Membara, membakar apa saja. Namun, pada akhirnya yang ada hanyalah abu,
kegelapan, kesuraman, kesedihan.
Kita tahu, banyak anak-anak muda yang kalah bertarung dengan hidup. Banyak yang
sengaja terjun dari apartemen, loncat dari mall bertingkat atau gantung diri.
Dan hasilnya adalah mati.
Saya kira memang tak ada pilihan bagi kita selain harus bangkit dari
keterpurukan. Saya sendiri juga pernah mengalami sebuah keterpurukan. Dan
benar-benar tak bisa mengandalkan siapapun. Bahkan, sahabat terbaik yang
menjadi tempat untuk berbagi pun pergi. Disaat seperti itu, saya benar-benar
menjadi paham bahwa jangan sekali-kali pernah bergantung pada orang lain.
Saat menghadapi masalah. Rasa-rasanya berat sekali sebab harus dipikul sendiri.
Pada akhirnya, satu kunci yang benar-benar manjur adalah IMAN. Ya, selalu
percaya bahwa Tuhan tidak pernah membiarkan diri kita sendirian.
Dari kesadaran ini, lantas saya menjadi paham bahwa sebenarnya tak perlu banyak
membuang energi memikirkan masalah yang kita hadapi. Yang penting justru
bagaimana solusi terbaik untuk keluar dari masalah itu. Itulah jawaban untuk
keluar dari keterpurukan. Setelahnya, hati saya kembali damai, kembali nyaman
dan kembali tersenyum.
(WJ Brown, penulis asal
“Mas, kamu pernah merasa down dan terjatuh?” Begitu tanya seorang teman. Saya hanya bisa tersenyum menjawab pertanyaan tersebut. Sebuah pertanyaan kecil tapi sanggup memutar kembali tayangan kehidupan masa lalu saya. Yang saat ini masih tersimpan dalam memori. Yang saat ini masih menjadi kenangan dalam kehidupan saya. Ya, kenangan saat saya terjatuh, terpuruk. Lengkap, dalam urusahan bisnis, karir, persahabatan dan cinta tentunya.
Terjatuh adalah kamus kesedihan, dan kesedihan adalah bagian dari kehidupan. Mau tak mau kita mesti akrab dengannya. Menjadikannya bagian dari warna-warni kehidupan. Tak mudah memang untuk tabah ketika kita sedang terjatuh. Yang ada kita sering mencari biang kerok, mencari kambing hitam kenapa kita bisa terjatuh. Bahkan, pada saat demikian kita sering berkata “Ah Tuhan tidak adil”.
Kini, teman saya itu sedang terpuruk. Dan, tugas pertama saya hanyalah mendengarkan kisah hidupnya. Ternyata, setelah saya dengar baik-baik, keterpurukannya hanya sederhana saja. Tapi, yang namanya lagi terpuruk pastilah ada gelisah, ada resah, muncul ketakutan-ketakutan. Yang hasilnya berpengaruh pada kondisi kejiwaan seseorang. Ia menjadi begitu muram. Ia menjadi begitu sedih.
Tapi, saya sok bijak katakan. Kesedihan, memang hal umum. Semua orang mengalaminya. Tentang kesedihan ini, Rendra, penyair dasyat itu pernah menggambarkannya dengan apik dalam karyanya yang berjudul “Sajak Seorang Tua Kepada Istrinya”. Saya kutipkan sepenggal :
Aku tulis sajak ini untuk menghibur hatimu
...................
Kita tidaklah sendiri dan terasing dengan nasib kita
Kerna soalnya adalah hukum sejarah kehidupan.
Suka duka kita bukanlah istimewa
kerna setiap orang mengalaminya.
Hidup tidaklah untuk mengeluh dan mengaduh
Hidup adalah untuk mengolah hidup bekerja membalik tanah
memasuki rahasia langit dan samodra,
serta mencipta dan mengukir dunia.
Penggalan diatas rasanya memang tepat untuk direnungkan, khususnya bagi orang muda. Ketika api gelora, ketika api kemarahan masih begitu mudah tersulut. Membara, membakar apa saja. Namun, pada akhirnya yang ada hanyalah abu, kegelapan, kesuraman, kesedihan.
Kita tahu, banyak anak-anak muda yang kalah bertarung dengan hidup. Banyak yang sengaja terjun dari apartemen, loncat dari mall bertingkat atau gantung diri. Dan hasilnya adalah mati.
Saya kira memang tak ada pilihan bagi kita selain harus bangkit dari keterpurukan. Saya sendiri juga pernah mengalami sebuah keterpurukan. Dan benar-benar tak bisa mengandalkan siapapun. Bahkan, sahabat terbaik yang menjadi tempat untuk berbagi pun pergi. Disaat seperti itu, saya benar-benar menjadi paham bahwa jangan sekali-kali pernah bergantung pada orang lain.
Saat menghadapi masalah. Rasa-rasanya berat sekali sebab harus dipikul sendiri. Pada akhirnya, satu kunci yang benar-benar manjur adalah IMAN. Ya, selalu percaya bahwa Tuhan tidak pernah membiarkan diri kita sendirian.
Dari kesadaran ini, lantas saya menjadi paham bahwa sebenarnya tak perlu banyak membuang energi memikirkan masalah yang kita hadapi. Yang penting justru bagaimana solusi terbaik untuk keluar dari masalah itu. Itulah jawaban untuk keluar dari keterpurukan. Setelahnya, hati saya kembali damai, kembali nyaman dan kembali tersenyum.
0 comments: